Kamis, 11 Juli 2013

On the Job Training (OJT) : Metode Pelatihan karyawan yang paling popular



Di dalam dunia kerja kita selalu mendengar istilah pelatihan kerja (training). Pelatihan kerja banyak digunakan perusahaan untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM)-nya. Memiliki karyawan yang berpotensi tidak menjamin bahwa karyawan tersebut dapat berhasil melakukan pekerjaannya. Karyawan harus mengetahui dan memahami serta menguasai tugasnya dengan baik sesuai dengan keinginan perusahaan sehingga tujuan perusahaan tercapai. Guna meningkatkan potensi kerja karyawan maka perusahaan memerlukan suatu pelatihan kerja bagi karyawannya.
Pelatihan kerja yang biasa dikenal dengan pelatihan menurut PP 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan kerja Nasional adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan. Bermacam-macam metode pelatihan yang dapat digunakan oleh perusahaan. Salah satu metode yang paling popular sejak lama adalah metode On the Job Training (OJT).
OJT adalah suatu proses yang terorganisasi untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, kebiasaan kerja dan sikap karyawan. Dengan kata lain OJT merupakan metode pelatihan dengan cara pekerja atau calon pekerja ditempatkan dalam kondisi pekerjaan yang sebenarnya, dibawah bimbingan dan pengawasan dari pegawai yang telah berpengalaman atau seorang supervisor. Mengapa metode ini popular? Metode ini tidak membutuhkan biaya yang besar dan orang yang dilatih pun bisa sambil bekerja.
Fakta menunjukkan bahwa Perusahaan besar yang ada di Indonesia masih menggunakan OJT sebagai metode pelatihannya. Di dalam Code of Corporate Governance PT Pertamina (Persero) yakni untuk peningkatan kualitas SDM, Pertamina menggunakan pelatihan OJT dan benchmarking. OJT juga digunakan oleh PT PLN (Persero) dimana OJT adalah tahap akhir dari proses Diklat Prajabatan/Program Beasiswa Ikatan Dinas PT PLN (Persero). Sedangkan Ditjen Pajak pernah melakukan OJT mini untuk para pegawai baru Dirjen Pajak di seluruh Indonesia.  Hasil dari OJT mini tersebut dievaluasi dalam suatu lokakarya untuk membahas kelebihan dan kekurangan serta berbagai point perbaikan OJT yang pernah dilaksanakan. Penelitian Nur Markhandieni (2009) juga menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara metode OJT  terhadap kinerja karyawan Pondok Jatim Park Kota Batu.
                     Sebelum memakai metode ini tentunya kita harus tahu apa tujuan metode OJT, pertama, karyawan baru memperoleh pengalaman langsung serta mengenal jenis pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan. Kedua, mengamati secara langsung  apa yan menjadi tanggung jawabnya, melihat apa yang harus dikerjakan, mampu menunjukkan apa yang dikerjakan (salah dan benar) kemudian mampu menjelaskan tentang apa yang dikerjakan. Ketiga, meningkatkan kemampuan  dan keterampilan  dengan jelas, mengamati, melihat dan mengerjakan sendiri di bawah bimbingan supervisor. Keempat, meningkatkan kecepatan menyelesaikan suatu pekerjaan  dengan mengulang-ulang jenis pekerjaan yang sama disertai kepercayaan diri. Kelima, meningkatkan diri mulai dari tingkat dasar, terampil dan akhirnya menjadi mahir.
Metode OJT sangat cocok untuk karyawan baru karena karyawan masih memiliki sikap kerja yang positif menuju prestasinya. Karyawan baru diharapkan memiliki gambaran atau pengetahuan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja, rekan kerja dan pekerjaannya yang nyata. Karyawan baru juga akan lebih cepat mengenal situasi kerjanya dan mampu berorientasi pada pekerjaaanya dengan lebih optimal.
Metode ini akan berhasil dan sukses apabila dirancang dengan baik dan benar. Dalam program OJT, karyawan yang berpengalaman bertindak sebagai pelatih yang tentunya harus mempersiapkan diri baik dari segi material pembelajaran, mengembangkan keterampilan, mempresentasikan program, mengadaptasikan ke individu-individu serta tentunya dapat melakukan evaluasi.
Ketika seorang karyawan telah terpilih menjadi seorang pelatih maka dia harus memperhatikan beberapa hal. Pertama, prinsip belajar orang dewasa yakni orang dewasa membawa pengalaman dalam situasi belajar, orang dewasa menyukai variasi, orang dewasa ingin belajar, orang dewasa belajar terbaik dengan bekerja/praktek, memperlakukan orang dewsa dengan dewasa dan memastikan pelatihan yang praktis. Kedua, pelatih OJT haus mempunyai keterampilan umum yakni phisik kehadiran, pengamatan, mau mendengarkan pada trainee dan melakukan pertanyaan pada trainee. Ketiga, keterampilan pelatihan langkah demi langkah artinya pelatih OJT harus mengimplementasikan 3 tahapan program yakni perencanaan, menyiapkan dan mempresentasikan. Keempat, keterampilan penanganan masalah yakni pelatih OJT harus diberi bimbingan didalam penanganan situasi jika pada saat itu ada suatu masalah yang mereka hadapi. Contoh situasinya adalah takut gagal, kemarahan ke arah pelatih dan issue di luar pelatihan.
Penggunaan OJT secara luas , tidak diragukan lagi karena adanya beberapa manfaat yang dapat diperoleh oleh perusahaan. Namun evaluasi pelaksanaan OJT perlu dilakukan baik sebelum dan sesudah dilakukannya pelatihan. Evaluasi pelatihan meliputi dampak dari pelatihan tersebut pada perilaku trainne dalam jangka waktu pendek maupun jangka panjang. Adapun kriteria efektif yang biasa digunakan adalah hasil (outcomes) yang ditekankan pada pertama, reaksi peserta terhadap subyek dan proses program pelatihan, kedua, pengetahuan atau pembelajaran yang diperoleh melalui pengalaman mengikuti pelatihan, ketiga perubahan dalam perilaku sebagai hasil dari pelatihan terakhir adalah hasil atau perbaikan. Guna meningkatkan kualitas OJT dapat menggunakan Learning Management Systems (LMS) dan e-Learning yang merupakan alat authoring yang dapat membantu semua bagian dari pelatihan OJT. Namun tergantung kebutuhan perusahaan apakah menggunakan LMS untuk melacak dan mengelola satu atau lebih bagian dari proses OJT.

Metode  OJT dapat dibagi menjadi beberapa metode lagi yakni  Pertama, Job Instruction Training (Latihan Instruktur Pekerjaan). Dengan memberikan petunjuk-petunjuk pekerjaan langsung pada pekerjaan dan terutama digunakan untuk melatih para karyawan tentang cara-cara pelaksanaan pekerjaan sekarang. Pada metode ini didaftarkan semua langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pekerjaan sesuai dengan urutannya. Kedua, Job Rotation (Rotasi Pekerjaan), dalam rotasi jabatan karyawan diberikan kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan pada bagian-bagian organisasi yang berbeda dan juga praktek berbagai macam keterampilan dengan cara berpindah dari satu pekerjaan atau bagian ke pekerjaan atau bagian lain. Ketiga, Apprenticeships merupakan proses belajar dari seseorang atau beberapa orang yang lebih berpengalaman. Metode ini digunakan untuk mengembangkan keahlian perorangan, sehingga para karyawan yang bersangkutan dapat mempelajari segala aspek dari pekerjaannya. Terakhir , Coaching adalah suatu cara pelaksanaan pelatihan dimana atasan mengajarkan keahlian dan ketrampilan kerja kepada bawahannya. Dalam metode ini pengawas diperlukan sebagai petunjuk untuk memberitahukan kepada peserta mengenai tugas atau pekerjaan rutin yang akan dilaksanakan dan bagaimana cara mengerjakannya.

Metode-metode OJT tersebut dapat dikombinasikan dengan menggunakan alat bantu seperti peta-peta, gambar-gambar, sampel-sampel masalah dan mendemonstrasikan pekerjaan agar pegawai baru dapat memahaminya dengan jelas. Metode OJT yang popular ini perlu mendapat pertimbangan dari perusahaan karena lebih mudah menerapkannya di tempat kerja dengan biaya relatif kecil.



REFERENSI

Iswanto, Yun. 2011. Buku Materi Pokok EKMA 4214 Manajemen Sumber Daya Manusia. Ed. 2 Jakarta: Universitas Terbuka
George M. Pikurich 2000. ASTD Handbook of Training Design and Delivery. New York : McGraw-Hill 

Indonesia. 2006. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan kerja Nasional. http://www.Hukumonline.com. 5 Oktober 2012

Rajapresentasi.com. 2009. Jenis-Jenis Pelatihan. http://rajapresentasi.com/2009/04/jenis-jenis-training/. 5 Oktober 2012
Nur Markhandieni, Lucinda. 2009. Pengaruh Pelatihan terhadap Kinerja Karyawan di Pondok Jatim Park KotaBatu.http://karyailmiah.um.ac.id/index.php/manajemen/article/view/2498. 10 Oktober 2012
Artikel Tentang Komputer. 2012. Meningkatkan On The Job Training dengan LMS dan e-Learning Tools. http://kompterartikel.com/improving-on-the-job-training-with-lms-and-e/diakses 10 Oktober 2012
PT Pertamina (Persero). 2012. Code of Corporate Governance : Tatakelola Perusahaan. http: //PertaminaCodeofCorporateGovernance.pdf.15 Oktober 2012
 

Rabu, 03 Juli 2013

Stres di Tempat Kerja : Positif atau Negatif ?


           Sumber daya manusia (SDM) merupakan asset yang yang paling berharga bagi perusahaan. Perusahaan mungkin dapat membeli asset seperti tanah, gedung, kendaraan, peralatan kantor dan lain-lain tetapi SDM tidak mudah dibeli dan mendapatkannya. SDM  yang berkualifikasi dan berkualitas sesuai harapan perusahaan guna mencapai  tujuan perusahaan sulit mendapatkannya. Tujuan perusahaan akan terwujud apabila produktivitas dan kinerja SDMnya meningkat. Peningkatan dan penurunan kinerja karyawan dalam perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Stres merupakan salah satu faktor penyebab menurunnya kinerja dan produktivitas karyawan. Di dalam dunia kerja sering muncul berbagai masalah sehubungan dengan stres kerja. Baik disadari maupun tidak, kondisi-kondisi pekerjaan akan menimbulkan stres pada diri karyawan. Stres juga mempunyai posisi yang penting dalam kaitannya dengan produktivitas SDM, dana dan materi. Stres di tempat kerja telah membebankan perusahaan dengan biaya yang mahal. Suatu studi mengungkapkan bahwa perusahaan kehilangan penghasilan sebesar US$68 milyar per tahun karena turunnya produktivitas sebagai efek dari stres karyawan (Gibson,1993).
Menurut definisi Canadian Centre for Occupational Health and Safety (1999),  stress adalah tekanan dari luar yang biasa membuat seseorang merasa tertekan. Tekanan yang menyebabkan orang stres adalah tekanan yang sifatnya mengancam (threaten), tekanan yang sifatnya menakutkan atau mengerikan (scare), tekanan yang sifatnya mengkhawatirkan (worry), dan  tekanan yang sifatnya menyakitkan. Ivancevich (1987) mengatakan stres merupakan interaksi antara individu dengan lingkungannya. Sedangkan Greenberg (2003) mengkaitkan definisi stres dengan kehidupan organisasi, dimana stres sebagai pola emosi dan reaksi fisik yang terjadi sebagai respons terhadap tuntutan yang berasal dari dalam maupun luar organisasi.
Ada dua tingkatan stres yakni eustress dan distress. Ada stres dapat berdampak positif bagi orang yang mengalaminya. Stres ini disebut eustress (kata “eu” berasal dari bahasa Yunani yang berarti “good atau baik”). Eustress adalah stres positif yang terjadi ketika tingkat stres cukup tinggi untuk memotivasi agar bertindak untuk mencapai sesuatu. Eustress adalah stres yang baik dan menguntungkan bagi kesehatan seperti latihan fisik atau mencapai promosi. Eustress sangat bermanfaat bagi diri seseorang untuk mengembangkan diri, meningkatkan kinerja dan kepuasan kerja. Contoh eustress yakni jika kita berhasil mengerjakan tugas yang sangat sulit, dan tekanan yang membuat seseorang senang seperti mendapat gaji tinggi,posisi kerja bagus,menikah melahirkan anak. Hal lain yang mengejutkan adalah orang yang tidak mengalami stres bukan berarti kinerjanya selalu baik. Kinerjanya bisa sama buruknya dengan orang yang mengalami stres negatif (distress).
Distress adalah stres negatif yang terjadi ketika tingkat stres terlalu tinggi atau terlalu rendah dan tubuh serta pikiran mulai menanggapi stressor (pembangkit stres) yang negatif. Stres yang positif memiliki ciri-ciri seperti memotivasi, berjangka pendek, terasa menarik, dalam batas kemampuan dan meningkatkan kinerja. Sedangkan stres yang negatif memiliki ciri-ciri yakni menyebabkan kecemasan atau kekhawatiran, berjangka pendek atau panjang, terasa tidak menyenangkan, mengurangi kinerja serta dapat menyebabkan mental dan fisik terganggu.
Stres yang terkait dengan kehidupan kerja (occupational stress) banyak mendapat perhatian  baik dari kalangan para manager maupun para akademisi. Bagi para manager, pengetahuan tentang stres akan bermanfaat untuk mengantisipasi semua kejadian yang potensial menimbulkan stres mengingat dampak negatif stres bisa merugikan perusahaan. Pengetahuan stres juga bisa dimanfaatkan untuk mengatasi persoalan stres agar stres bisa berubah menjadi eustress. Jadi tidak selamanya stres berakibat buruk atau merusak. Meskipun stres cenderung berkonotasi negatif yang dapat menyebabkan seseorang mengalami distress. Ada dua hal stres akan berubah menjadi positif yakni;
1.      Kadarnya proposional, maksudnya stres tidak terlalu berat dan ringan. Misalnya kehidupan  kita mulus-mulus saja atau lancar tanpa masalah. Kehidupan kita terasa nyaman namun perasaan yang terlalu nyaman kerap menjadi ancaman dinamika progrestivitas dan kreativitas pada diri kita. Sebaliknya jika hidup kita terlalu banyak tekanan, himpitan dan masalah dapat menimbulkan depresi pada diri kita. Jadi terlalu sedikit stres sama buruknya terlalu banyak stres.
2.      Adanya penyingkapan yang konstruktif (membangun). Penyingkapan disini adalah bagaimana kita merespon tekanan-tekanan. Respon disini terkait dengan apakah kita melihat tekanan sebagai tekanan atau tantangan. Tantangan adalah suatu yang mendorong kita untuk menjawabnya atau melangkah maju. Keberhasilan menjawab tantangan akan memunculkan kepercayaan diri yang lebih tinggi. Berbeda dengan tekanan adalah sesuatu yang menghimpit.  
3.      Ada proses transformasi. Transformasi maksudkan di sini adalah kemampuan mengubah energi potensial yang semula negatif menjadi energi aktual yang positif.        
           Di tempat kerja, stres dapat disebabkan oleh beberapa situasi. Menurut Murphy (1995) ada enam kategori pembangkit stres (stressor) yakni;
1.   Faktor keunikan pekerjaan seperti pekerjaan yang berlebihan, kerja shift, keahlian/kemampuan yang tidak cocok dengan pekerjaan, kurang pelatihan, kurang apresiasi, lingkungan fisik(kebisingan, kualitas udara)
2.      Aturan didalam organisasi seperti konflik aturan, konflik peran dan tingkatan tanggungjawab.
3.      Pengembangan karir seperti under/over promosi dan kesempatan pengembangan karir.
4.   Hubungan di tempat kerja seperti hubungan dengan atasan, karyawan, bawahan, dan adanya kurang kepercayaan.
5.  Struktur dan iklim organisasi seperti berpartisipasi atau tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, gaya manajemen, pola komunikasi.
6.      Keseimbangan kehidupan dengan pekerjaan seperti konflik peran dan konflik tanggungjawab.
Stres yang terjadi di tempat kerja dapat dikatakan  positif atau negatif tergantung pada efek yang timbul dan dirasakan seseorang yang mengalaminya. Seseorang yang mengalami stres harus memampu mengendalikan stres yang dialaminya agar menjadi stres yang positif sehingga berdampak pada peningkatan kinerja dan produktivitas.

REFERENSI
Sobirin, A. 2012. Buku Materi Pokok EKMA 4158. Perilaku Organisasi. Ed.1 Jakarta: Universitas Terbuka.
Awalangy.wordpress.com. 2007. Stres Positif dan Stres Negatif http://lawalangy.wordpress.com/2007/07/22/stres-positif-stres-negatif/ diakses tgl 17 Jan 2013.
Canadian Centre for Occupational Health and Safety. 1999. Workplace Stress-General. http://www.ccohs.ca/oshanswer/psychosocial/stress.html diakses tgl 17 Januari 2013.
Greenberg, J., Baron, R.A. 2003. Behavior in Organization. Upper Saddle River. New York : Prentice Hall.
Gibson, C.B., Zellmer. & Schwab. 1993. Team Effectiveness in Multinational Organization: Evaluation Accross Context. Group And Organization Management. 28 (4): 444-475.
Ivancevich,J.M., Matesson,M.T. 1997. Organization Behavior and Management. 3rd edition. Homewood.
Manajemen Stress. upi.edu/Direktori/.../STREES_MAN.pdf  diakses tgl.21 Januari 2013.
Murphy. 1995. Occupational Stress Management: Current Status and Future Direction. Trends in Organizational Behavior.2: 1-14.

Minggu, 23 Juni 2013

Assessment Center (AC) sebagai Metode Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)


Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) meliputi berbagai aktivitas yang secara signifikan mempengaruhi keseluruhan organisasi. Dalam menjalankan fungsi tersebut MSDM melakukan berbagai macam aktivitas mulai dari perekrutan, seleksi, penempatan, pelatihan, pengembangan dan rotasi untuk memastikan setiap posisi jabatan dan peran karyawan di dalam organisasi terpenuhi. Masalah yang paling sulit dalam pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) adalah  bila suatu organisasi tidak memiliki perencanaan pengembangan SDM terutama pengembangan manajemen yang merupakan suatu usaha meningkatkan kinerja manajerial dengan menanamkan pengetahuan, merubah sikap serta meningkatkan keahlian (Dessler, 2000). Dessler (2000) berpendapat, bahwa proses pengembangan manajemen pada umumnya berisi: 1) perkiraan kebutuhan perusahaan (misalnya; untuk mengisi lowongan eksekutif), 2) penilaian kinerja manajer, dan 3) pengembangan manajer itu sendiri. Perkiraan kebutuhan perusahan terkait dengan ketersediaan dan keandalan SDM yang kompeten untuk mengisi jabatan manajerial maka manajemen perusahaan saat ini mulai banyak memberikan perhatian terhadap strategi pengembangan SDM  dengan menggunakan Assessment Center (AC). AC merupakan suatu metoda untuk mengidentifikasi dan menjaring pegawai yang dinilai memiliki potensi dari sisi manajerial (managerial skill) untuk menduduki suatu jabatan tertentu di kemudian hari (future responsibility).
AC dapat digunakan sebagai langkah awal pengembangan karir karyawan menuju level yang lebih tinggi. AC juga bertujuan untuk memilih calon pimpinan yang handal dan siap menghadapi tugas-tugas yang akan datang. Selain pengembangan karir, AC juga digunakan dalam proses seleksi dan penempatan karyawan. Metoda AC ini mulai digunakan pada perusahaan besar di Indonesia seperti perbankan dan perusahaan BUMN. Dengan menggunakan metoda ini, perusahaan dapat memiliki stok karyawan yang dinilai potensial untuk menduduki posisi manajerial. AC juga membuat proses rekruitmen, promosi, mutasi menjadi lebih transparan karena dilakukan dengan berbagai tahapan dan setiap tahapan diberitahukan secara terbuka kepada para karyawan. Manfaat lain yang dapat digunakan dari hasil AC antara lain: 1) memperoleh kriteria yang jelas untuk suatu jabatan tertentu 2) mengidentifikasi calon-calon pemimpin melalui suatu metode yang memiliki akurasi dan obyektifitas yang dapat diandalkan 3) menghasilkan strategi dan tindakan pengembangan yang spesifik dan terencanan bagi pegawai 4) mengidentifikasi kebutuhan pengembangan managerial pegawai.
Sejarah AC
Tahun 1956, Douglas W. Bray merintis perkembangan Management Assessment Center sebagai bagian riset dalam karier manajemen dengan nama 'Management Progress Study'. Risetnya dilakukan dalam perusahaan American Telephone and Telegraph (AT&T). Sebagai respon atas risetnya, AC pertama sekali dilaksanakan dalam perusahaan Standard Oil di Ohio tahun 1962, kemudian diikuti oleh perusahaan lain dan oleh lebih dari 1.000 organisasi menjelang tahun 1973. AC pertama sekali menjadi perhatian publik di Amerika Serikat setelah berakhirnya Perang Dunia II, ketika diberitakan bahwa metode ini telah digunakan selama perang untuk anggota Office of Strategic Services (OSS). Hal ini dipublikasikan dalam sebuah artikel dalam majalah "Fortune" dan di dalam buku yang berjudul "Assessment of Men". Laporan ini membangkitkan perhatian yang cukup besar karena banyaknya kegiatan simulasi yang menarik dan imaginatif yang dipergunakan, dan perbedaan tajam metode ini dibandingkan dengan kesederhanaan metode seleksi kertas dan pensil yang dipergunakan secara luas dalam kontek lainnya.
Laporan OSS menimbulkan beberapa usaha lain untuk mengaplikasikan metode itu, yaitu untuk menyeleksi tenaga psikologis klinis dan psikiater di Menniger Clinic. Hasil aplikasi ini, termasuk beberapa aplikasi di luar Amerika Serikat, diresumekan dalam pertengahan tahun 1950. Banyak ahli psikologi memandang hasil laporan ini mengecewakan, dan AC ternyata tidak memainkan banyak peranan dalam seleksi atau pengembangan personel sehingga hanya sedikit yang menyatakan bahwa metode ini merupakan alat seleksi yang potensial untuk bidang bisnis. Pada tahun 1956, perusahaan AT&T melaksanakan suatu studi atas pengembangan manajer muda. Sebuah proses AC yang dilaksanakan selama tiga setengah (3½) hari dirancang, dan sebanyak 422 peserta (assessee) dinilai dari tahun 1956 sampai tahun 1960.
 Proses AC telah diperkenalkan dalam bidang bisnis Amerika Serikat. Proses assessment center AT&T yang pertama dinilai oleh ahli psikologi professional yang serupa dengan assessment center OSS dan pusat penilaian lainnya yang mendahului aplikasi Bell System. Suatu terobosan baru dilakukan pada tahun 1958 ketika manajemen Michigan Bell AC mungkin dapat dimodifikasikan agar dapat dimanfaatkan oleh orang yang tidak memiliki bidang tertentu. Namun reaksi yang cepat tidak segera muncul, organisasi lain terlalu lambat untuk mengikuti langkah Bell System. Pada tahun 1960, beberapa perusahaan tertarik dan mulai memanfaatkan metode AC secara serius walaupun masih dalam skala yang lebih kecil dibandingkan dengan yang dilaksanakan di AT&T. Perusahaan yang mula-mula tertarik antara lain Standard Oil di Ohio, diikuti oleh General Electric, dan IBM. Perkembangan AC yang pesat terjadi pada akhir tahun 60-an dan awal tahun 70-an.
Karakteristik  Utama AC
Karakteristik utama AC pada umumnya sebagai berikut :
1.    Penilaian dalam Kelompok.
Metode ini itu dilakukan dalam kelompok-kelompok dan biasanya dalam perusahaan, penilaian dilakukan dalam kelompok dengan ukuran yang tetap (6 atau 12 orang) untuk memungkinkan dilakukan standarisasi aktivitas antar kelompok.
2.    Penilaian oleh Kelompok.
Pemakaian sekelompok penilai merupakan hal yang umum dalam AC. Staf AC biasanya bertindak sebagai satu kelompok dalam mengevaluasi informasi yang dihasilkan dan menetapkan kerangka untuk laporan hasil yang dicapai oleh tiap peserta (assessee).
3.    Pemakaian berbagai teknik pengukuran terutama ditekankan pada latihan situasional dengan menggunakan berbagai macam metode seperti objective tests, projective tests, wawancara, Situasional Tests dan Peer Rating.

Metode yang digunakan AC
Berbagai metode yang digunakan dalam AC antara lain:
a.  Objective Tests : untuk mengukur kemampuan mental, pengetahuan keahlian, bakat, minat, nilai, dan karakteristik kepribadian.
b.  Projective Tests : dengan menggunakan tes proyektif, individu secara tidak sadar akan mengungkap dan menggambarkan struktur dan dinamika kepribadiannya. Tes ini dilaksanakan secara perorangan, oleh sebuah panel pewawancara, atau suatu seri dari dua atau lebih pewawancara.
c.  Wawancara : Sebuah wawancara yang ekstensif biasanya merupakan bagian dari proses AC. Wawancara yang demikian biasanya cukup panjang, berlangsung dari satu sampai dua jam, dan sering mencakup banyak bagian dari kehidupan sekarang maupun masa lalu dari peserta.
d.  Situasional Tests : dalam aplikasi yang dilakukan saat ini, kebanyakan latihan ini mensimulasikan masalah-masalah yang ditemui oleh individual atau kelompok-kelompok dalam bisnis atau  bentuk kehidupan organisasi yang lain.
e.  Peer Rating : Pada AC, biasanya peserta dinilai dalam kelompok-kelompok berjumlah 6 atau 12 orang karena kebanyakan latihan kelompok dirancang untuk dijalankan oleh 6 orang peserta. Selama dalam pusat penilaian, peserta menjalani wawancara intensif (in-basket, dan latihan dua kelompok. Latihan-latihan ini merupakan program dasar, sering ditambah misalnya dengan pengujian dengan kertas dan pensil dan kuesioner.
Tahapan program AC
Tahap pertama program Ac disebut sebagai Pra-Assessment Center. Kegiatan yang dilakukan dalam Pra-Assessment Center ini, antara lain:
1.    Identifikasi dan Penetapan Kriteria Sukses
Proses identifikasi dan Penetapan Kriteria Sukses diawali dengan menetapkan job target yang akan dinilai. Berdasarkan job target tersebut, secara sampling dicoba menggali informasi mengenai berbagai aktivitas yang biasa dilakukan oleh pejabat pada job tersebut, melalui proses job analysis dengan menggunakan ICS (Identification Criteria for Success). Informasi ini bisa diperoleh dari job holder (pemangku jabatan), superior (atasan), mantan pemangku jabatan atau subordinate (anak buah), untuk kemudian diolah. Dari job analysis ini diperoleh Kriteria Sukses dari job target, berupa sejumlah dimensi atau kompetensi tertentu.
2.   Survey dan Penyusunan Simulasi
Tahap selanjutnya dilakukan survey kelapangan agar memahami dunia kerja, iklim kerja, kebiasaan atau pemasalahan-permasalahan yang secara nyata sering muncul di lapangan. Hasil survey digunakan sebagai bahan dalam mengembangkan atau membuat desain exercise atau simulasi sesuai kebutuhan dan tuntutan dari kriteria sukses job tersebut.
      Proses Pra-Assessment Center ini lebih kurang membutuhkan waktu antara 1,5 sampai 2 bulan, baru kemudian program assessment berjalan.

PENUTUP
Salah satu tujuan organisasi adalah meningkatkan kualitas organisasi yang berarti juga kualitas SDM-nya perlu ditingkatkan juga. Berbagai macam cara yang digunakan oleh MSDM untuk meningkatkan kualitas SDM-nya. Metode assessment centre merupakan alat yang powerful untuk memastikan investasi organisasi yang berupa sumber daya manusia mempunyai kinerja seperti yang diharapkan bahkan melebihi. Pendekatan ini terutama penting dalam sistem pengembangan, penilaian, dan kompetensi SDM.
Program assessment centre yang didasarkan pada pendekatan multimethod dan multiassessor ini merupakan suatu metode fleksibel yang dapat diterapkan untuk kebutuhan-kebutuhan penting di berbagai jenis organisasi.



REFERENSI
Dessler, G., (2000). Human Resource Management.8th Edition. New Jersey: Prentice Hall. Inc.
Edratna. (2008). Penggunaan Assessment Centre untuk pengembangan SDM. http://edratna.wordpress.com/2008/01/22/penggunaan-assessment-center-untuk-pengembangan-sdm/ tgl 8 Juni 2012
Frihadi. SF. (2004). Assessment Centre Identifikasi, Pengukuran, Pengembangan Kompetensi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.
Siregar,K. (2004). Assessment Centre. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/
1457/industry-khawarita.pdf
Yun I. (2009). BMP Manajemen Sumber Daya Manusia. Ed. 7. Jakarta: Universitas Terbuka